BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Negara yang
telah merdeka tentunya memerlukan suatu ciri atau sifat khas bagi bangsanya
untuk menerangkan jatidiri sesuai dengan budaya, agama, bahasa, cita-cita, dan
tujuan negara itu sendiri. Karena itulah, Indonesia memiliki identitas nasional
yang pada hakikatnya merupakan penjelmaan nilai-nilai budaya yang tumbuh dan
berkembang dalam berbagai aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri-ciri yang
berbeda antara bangsa tersebut dengan bangsa yang lain
Bahasa
merupakan alat komunikasi yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.
Demikian juga, Bahasa Indonesia menjadi sarana budaya dan sarana berpikir
masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, peranan Bahasa Indonesia menjadi sangat
penting. Mengingat pentingnya bahasa Indonesia, kami sebagai mahasiswa dituntut
untuk lebih memahami bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Yang salah satunya
adalah dengan mengetahui sejarah bahasa Indonesia.
Identitas
nasional yang menunjukkan jati diri Indonesia diantaranya bahasa nasional atau
bahasa persatuan yaitu Bahasa Indonesia, bendera negara yaitu Sang Merah Putih,
lagu kebangsaan yaitu Indonesia Raya,lambang negara yaitu Pancasila, semboyan
negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika, dasar falsafah negara yaitu Pancasil,
konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945 Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat, konsepsi wawasan nusantara, dan kebudayaan
daerah yang telah diterima sebagai kebudayaan nasional. Dalam makalah ini
penulis akan membahas tentang bendera merah putih, bahasa Indonesia, dan garuda
sebagai identitas nasional.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana
sejarah Bendera Merah Putih ?
2.
Apa
saja makna dan fungsi Bendera Merah Putih ?
3.
Bagaimanakah
sejarah bahasa Indonesia ?
4.
Bagaimana
kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia ?
5.
Bagaimana
sejarah Lambang Negara Indonesia Garuda Pancasila?
6.
Bagaimana
arti dan makna dari garuda pancasila?
C.
TUJUAN
1.
Mendeskripsikan
sejarah Bendera Merah Putih
2.
Menjelaskan
makna dan fungsi Bendera Merah Putih
3.
Mendeskripsikan
sejarah bahasa Indonesia
4.
Mendeskripsikan
kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia
5.
Mendeskripsikan
sejarah Lambang Negara Indonesia Garuda Pancasila
6.
Mendeskripsikan
arti dan makna dari garuda pancasila
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
SEJARAH BENDERA MERAH PUTIH
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bendera adalah sepotong kain
segi empat (dikaitkan pada puncak tiang) digunakan sebagai lambang negara,
perkumpulan badan, dan sebagainya atau sebagai tanda. Bendera nasional
Indonesia adalah sebuah bendera berdesain sederhana dengan dua warna yang
dibagi menjadi dua bagian secara mendatar, dengan warna merah di bagian atas
dan warna putih di bagian bawah.[1]
Bangsa Indonesia purba ketika masih bertempat di daratan Asia
Tenggara + 6000 tahun yang lalu menganggap Matahari dan Bulan merupakan benda
langit yang sangat penting dalam perjalanan hidup manusia. Penghormatan
terhadap benda langit itu disebut penghormatan Surya Candra.
Bangsa Indonesia purba menghubungkan Matahari dengan warna merah
dan Bulan dengan warna putih. Akibat dari penghormatan Surya Candra, bangsa
Indonesia sangat menghormati warna merah putih.
Dalam sejarah Indonesia bahwa Bendera Merah Putih dikibarkan pada
tahun 1292 oleh tentara Jayakatwang ketika berperang melawan kekuasaan
Kertanegara dari Singosari (1222-1292). Sejarah itu disebut dalam tulisan bahwa
Jawa kuno yang memakai tahun 1216 Caka (1254 Masehi), menceritakan tentang
perang antara Jayakatwang melawan Raden Wijaya.
Pada masa kerajaan Majapahit warna merah dan putih merupakan warna
yang dimuliakan, karena digunakannya warna Merah Putih dalam upacara hari
kebesaran raja pada waktu pemerintahan Hayam Wuruk yang bertahta di kerajaan
Majapahit tahun 1350-1389 M.
Ditetapkan pula bahwa bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah
Putih. Dengan demikian itu, sejak ditetapkannya UUD 1945, Sang Merah Putih
merupakan bendera kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 35 UUD
1945 menetapkan bendera Negara republic Indonesia, yaitu sang saka merah putih.
Salah satu lambang persatuan yang penting adalah Bendera Negara Perlakuan
terhadap bendera Negara dianggap sebagai perlakuan terhadap bangsa atau Negara
yang memiliki bendera tersebut. Peran bendera Negara sebagai lambing persatuan
tampak dalam berbagai peristiwa penting, misalnya saat berperang, melakukan
demonstrasi, dan sebagainya.
Orang hindu mengartikan merah sebagai lambang dewa Agni (api, geni,
tenaga, atau kekuatan) dan putih lambang dewa brahma atau dewa pembangunan,
maka paduan merah-putih adalah lambang tenaga pembangunan. Menurut agama islam,
merah (ahmar0 adalah lambang nafsu berbuat, dan putih (abjad) sebagai warna
kesucian, maka paduan merah-putih juga bermakna nafsu (keinginan) berbuat atas
dasar kesucian.
Dari uraian di atas dapat dimengrti mengapa bangsa Indonesia
memilih warna paduan merah dan putih sebagai lambang Negara dan warna
kepribadian. Hal itu lebih dikuatkan oleh berbagai peristiwa sejarah, antara
lain:[2]
1.
Penghormatan
matahari (merah) dan bulan (putih) oleh nenek moyang bangsa Indonesia, sejak
6000 tahun yang lalu.
2.
Di
gedung dempo, sumatera, 500 tahun sebelum masehi, terdapat peninggalan berupa
seorang perwira yang berkendara banteng dan mengempit bendera merah putih.
3.
Mpu
walmiki, (india, 150 bmasehi), dalam bukunya Ramayana menyebut kepulauan
Indonesia sebagai swarnarupyaka-dwipa atau kepulauan emas (merah) dan perak
(putih).
4.
Pada
dinding candi prambanan (tahun 900 masehi) terdapat lukisan anoman (kera putih)
yang ekornya terbakar (merah), dan ekor terbakar itu membakar negeri alengka
tempat raja angkara murka dasamuka.
5.
Prapanca,
1365, dalam bukunya negarakertagama, menyebut majapahit sebagai keraton merah
putih.
6.
Kerajaan
mataram (jawa tengah) menggunakan bendera gula klapa (gula= merah, klapa=
putih).
7.
Di
kalangan orang jawa terkenal cerita bawang merah dan bawang putih dara
jingga(merah) dan dara petak(putih).
8.
Di
kalangan orang jawa pula,, dikenal sesaji jenang abang-putih sebagai tolak
bala, atau menghormat penciptaan tuhan dari zat merah (ibu) dan putih (bapak).
9.
Pangeran
diponegoro (1825), dalam perang dengan belanda menggunakan bendera (serban)
merah-putih.
10.
Dalam
perang padre melawan belanda, kaum padre berserban merah dan berjubah putih.
11.
Pada
tahun 1927, PNI mengibarkan merah-putih kepala banteng dengan tujuan Indonesia
merdeka.
12.
Akhirnya
UUD 1945, Pasal 25, menyebutkan bahwa Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah
Putih.
Ukuran sang merah putih sebagai bendera Negara, antara panjang
(mendatar) dan lebar (tegak) berbanding 3:2. Pemakaian bendera Negara diatur
dengan peraturan pemerintah no 40 tahun 1958. Berdasarkan pada peraturan
tersebut, tidak dibenarkan pengibaran bendera dengan maksud reklame, sebagai
tenda, bunngkus, taplak meja dan lain-lain yang tidak hormat.[3]
B.
MAKNA DAN FUNGSI BENDERA MERAH PUTIH
Pasal 35 UUD 1945 menyebutkan Bendera Negara Indonesia ialah Sang
Merah Putih. Warna merah dan putih bagi bangsa Indonesia memiliki sejarah
tersendiri. Merah diartikan berani dan putih bermakna suci, maka paduan
merah-putih bermakna berani karena suci (bersih), atau berani dalam membela
kebenaran. Merah putih juga diberi makna tenaga yang menghidupkan, sebagaimana
getih (merah) dan getah (putih) yang terdapat dalam tumbuhan, atau darah merah
(benih dari wanita) dan darah putih (benih dari pria) yang terdapat pada
manusia. Sebagai bendera kebangsaan Sang Merah Putih memiliki fungsi dan kedudukan,
sebagai berikut :[4]
1.
Merupakan
identitas dan jati diri bangsa
2.
Merupakan
kedaulatan bangsa
3.
Merupakan
lambang tertinggi bangsa
C.
SEJARAH BAHASA INDONESIA
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa
persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu.
Penggunaan istilah “bahasa Melayu” telah dilakukan pada masa sekitar 683-686 M,
yaitu angka tahun yang tercantum pada beberapa prasasti berbahasa Melayu kuno
dari Palembang dan Bangka. Prasasti-prasati ini ditulis dengan aksara Pallawa
atas perintah raja Kerajaan Sriwijaya. Awal penamaan bahasa Indonesia sebagai
jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Di
sana, pada kongres Nasional Kedua di Jakarta diumumkanlah penggunaan bahasa
Indonesia sebagai bahasa untuk Negara Indonesia pasca-merdeka. Soekarno tidak
memilih bahasanya sendiri, yaitu bahasa Jawa (yang sebenarnya juga bahasa
mayoritas pada saat itu), namun beliau memilih bahasa Indonesia yang beliau
dasarkan dari bahasa Melayu yang dituturkan di Riau.
Bahasa Melayu Riau dipilih sebagai bahasa persatuan negara Republik
Indonesia atas beberapa pertimbangan sebagai berikut :[5]
1.
Jika
bahasa Jawa digunakan, suku-suku bangsa atau golongan lain di Republik
Indonesia akan merasa dijajah oleh suku Jawa yang merupakan golongan mayoritas
di Republik Indonesia.
2.
Bahasa
Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan dengan bahasa Melayu Riau. Ada
tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang digunakan untuk orang yang
berbeda dari segi usia, derajat, ataupun pangkat.
3.
Bahasa
Melayu Riau yang dipilih, dan bukan bahasa Melayu Pontianak, Banjarmasin,
Samarinda, Maluku, Jakarta (Betawi), ataupun Kutai, dengan pertimbangan
:Pertama, suku Melayu berasal dari Riau, Sultan Malaka yang terakhir pun lari
ke Riau selepas Malaka direbut oleh Portugis. Kedua, sebagai lingua franca,
bahasa Melayu Riau yang paling sedikit terkena pengaruh misalnya dari bahasa
Tionghoa Hokkien, ataupun dari bahasa lainnya.
4.
Penggunaan
bahasa Melayu bukan hanya terbatas di Republik Indonesia. Pada 1945, penggunaan
bahasa Melayu selain Republik Indonesia yaitu Malaysia, Brunei, dan Singapura.
Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, antara lain
menyatakan bahwa bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang
sejak zaman dahulu sudah digunakan sebagai lingua franca (bahasa perhubungan).
Bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia
Tenggara sejak abad ke VII. Bukti yang menyatakan itu adalah ditemukannya
prasasti di Kedukan Bukit, berangka 683 M (Palembang), Talang Tuwo, berangka
684 M (Palembang), Kota Kapur, berangka 686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi,
berangka 688 M (Jambi). Prasasti itu bertuliskan Pra-Nagari berbahasa Melayu
Kuno. Bahasa melayu kuno tidak hanya digunakan pada zaman Sriwijaya, karena di
Jawa Tengah juga ditemukan prasasti tahun 832 M dan di Bogor tahun 942 M yang
menggunakan bahasa melayu kuno.
Bahasa Melayu menyebar kepelosok Nusantara bersamaan dengan
menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh
masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku,
antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena tidak mengenal tingkat
tutur. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam
pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap
kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, Persia, Arab,
dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam
berbagai variasi dan dialek. Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara
memengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa
Indonesia.
Secara sosiologis, kita bisa mengatakan bahwa bahasa Indonesia bisa
diterima keberadaannya pada tanggal 28 Oktober 1928. Dimana para pemuda
Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat
bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk
seluruh bangsa Indonesia. Secara yuridis, baru tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia
secara resmi di akui keberadaannya dan ditetapkan dalam UUD 1945 pasal 36.
Meskipun demikian, hanya sebagian dari penduduk Indonesia yang benar-benar
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, karena dalam percakapan
sehari-hari yang tidak resmi masyarakat Indonesia lebih suka menggunakan bahasa
daerahnya masing-masing, seperti bahasa Madura, bahasa Jawa, bahasa Sumbawa ,
dan lain-lain.
Pasal 36 UUD 1945 menetapkan bahasa Negara/bahasa nasional, ialah
bahasa Indonesia.telah disebut bahwa bangsa Indonesia terdiri atas berbagai
jenis suku bangsa dan setiap suku bangsa memiliki bahasa-bahasa nusantara atau
bahasa daerah. Menurut para ahli bahasa,di Indonesia terdapat kurang lebih 200
jenis bahasa daerah.[6]
Bagaimana pun, bangsa Indonesia membutuhkan bahasa perantara
(lingua franca) agar yang berbeda-beda itu dapat menjadi satu. Embrio dari
bahasa persatuan itu adalah bahasa melayu, yang diangkut menjadi bahasa
Indonesia pada sumpah pemuda, 28 oktober 1928, dan diresmikan masuk dalam pasal
36 UUD 1945, yang berbunyi Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia. Untuk
menegaskan pentingnya bahasa sebagai lambang persatuan dapat dibaca dari
ungkapan bahasa menunjukkan bangsa.
D.
KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting yang
tercantum didalam :[7]
1.
Ikrar
ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi,”Kami putra dan putrid Indonesia
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”
2.
Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara,
serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa “Bahasa Negara ialah Bahasa
Indonesia”
Dengan begitu, kedudukan bahasa Indonesia dibagi menjadi :[8]
a.
Bahasa
Nasional
Kedudukannya
berada diatas bahasa-bahasa daerah. Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa
Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975
menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa Nasional, bahasa Indonesia
berfungsi sebagai berikut :
1)
Lambang
kebanggaan Nasional
Sebagai lambing kebanggaan, bahasa Indonesia mencerminkan
nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Dengan bahasa
nasionalnya, bangsa Indonesia menyatakan harga diri dan nilai-nilai budaya yang
dijadikan pegangan hidup. Atas dasar pegangan ini, bahasa Indonesia perlu kita
pelihara dan kita kembangkan pemakaiannya.
2)
Lambang
Identitas Nasional
Sebagai lambang identitas Nasional, bahasa Indonesia merupakan
lambang bangsa Indonesia. Dengan demikian, bahasa Indonesia dapat mengetahui
identitas seseorang, yaitu sifat, tingkah laku, dan watak sebagai bangsa
Indonesia. Kita harus menjaganya, jangan sampai bahasa Indonesia tidak
menunjukkan gambaran bangsa Indonesia yang sebenarnya dan bebas dari
unsur-unsur bahasa lain, terutama bahasa asing.
3)
Alat
pemersatu berbagai suku bangsa
Sebagai alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa
dengan latar belakang sosial budaya dan bahasa yang berbeda-beda ke dalam satu
kesatuan yang bulat, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai suku bangsa itu
mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak perlu
meninggalkan identitas suku dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya
serta latar belakang bahasa daerah yang bersangkutan. Bahkan dengan bahasa
nasional kita, kita dapat meletakkan kepentingan nasional jauh di atas
kepentingan daerah atau golongan.
4)
Alat
penghubung antarbudaya dan antardaerah
Dengan bahasa Indonesia seseorang dapat saling berhubungan satu
dengan yang lain sedemikian rupa sehingga kesalahpahaman sebagai akibat
perbedaan latar belakang sosial budaya dan bahasa dapat dihindari. Bagi
pemerintah, segala kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan ideologi,
politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan kemanan akan mudah
diinformasikan kepada warga.
b.
Bahasa
Negara (Bahasa Resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)
Dalam Hasil
Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada
tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya
sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia befungsi sebagai :
1)
Bahasa
remi kenegaraan
Bukti bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan adalah
digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI 1945.
Mulai saat itu bahasa Indonesia digunakan dalam segala upacara, peristiwa serta
kegiatan kenegaraan baik secara lisan maupun tulisan.
2)
Bahasa
pengantar dalam dunia pendidikan
Bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di
lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun non formal mulai dari taman
kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Untuk memperlancar kegiatan belajar
mengajar, materi pelajaran yang berbentuk media cetak hendaknya juga berbahasa
Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang
berbahasa asing. Apabila hal ini dilakukan, sangat membantu peningkatan
perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknolologi
(iptek).
3)
Bahasa
resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta
kepentingan pemerintah
Bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah dan
penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu, hendaknya
diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu media komunikasi massa.
Tujuan penyeragaman dan peningkatan mutu tersebut agar isi atau pesan yang
disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh masyarakat.
4)
Alat
pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi
Dalam penyebarluasan ilmu dan teknologi modern agar jangkauan
pemakaiannya lebih luas, penyebaran ilmu dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran,
buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lain, hendaknya
menggunakan bahasa Indonesia. Pelaksanaan ini mempunyai hubungan timbal-balik
dengan fungsinya sebagai bahasa ilmu yang dirintis melalui lembaga-lembaga
pendidikan, khususnya di perguruan tinggi.
E.
SEJARAH LAMBANG NEGARA INDONESIA GARUDA PANCASILA
Lambang Negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika. Lambang Negara Indonesia berbentuk burung garuda yang
kepalanya menoleh ke sebelah kanan (dari sudut pandang garuda), perisai
berbentuk menyerupai jantung yang di gantung dengan rantai pada leher Garuda,
dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti "Berbeda-beda tetapi tetap
satu" ditulis diatas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II
dari Pontianak yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno, dan
diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada Sidang Kabinet
Republik Indonesia Serikat Tanggal 11 Februari 1950. Lambang negara Garuda
Pancasila diatur penggunaannya dalam Peraturan Pemerintah No. 43/1958. [9]
Garuda muncul dalam berbagai kisah terutama di daerah Jawa dan
Bali. Dalam berberapa kisah, Garuda menggambarkan kebajikan, pengetahuan,
kekuatan, keberanian, kesetiaan dan disiplin. Sebagai kendaraan Wishnu, Garuda
juga memiliki sifat Wishnu sebagai pemelihara dan penjaga tatanan alam semesta.
Dalam tradisi Bali, Garuda sangat dimuliakan, sebagai raja agung para burung.
Di Bali ia biasanya digambarkan sebagai makhluk yang memiliki kepala, paruh,
sayap dan cakar elang, tetapi memiliki tubuh dan lengan manusia. Biasanya
digambarkan dalam ukiran yang halus dan rumit dengan warna cerah keemasan. Posisi mulia Garuda
menurut tradisi Indonesia sejak jaman dahulu inilah yang menjadikannya sebagai
simbo nasional Indonesia, sebagai perwujudan ideologi pancasila. Tidak hanya
itu, Garuda juga dipilih sebagai nama maskapai penerbangan nasional Indonesia
Setelah perang kemerdekaan Indonesia tahun 1945-1949, disusul
dengan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda melalui Konferensi Meja
Bundar pada tahun 1949, dirasakan perlunya Indonesia (yang pada saat itu
Republik Indonesia Serikat) untuk memiliki lambang negara. Lalu pada tanggal 10
Januari 1950 dibentuklah Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di
bawah kordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan
susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantara, M A
Pellaupessy, Moh. Natsir, dan RM Ng Poer Batjaraka sebagai anggota. Panitia ini
bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan
kepada Pemerintah.
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam bukunya yang berjudul
"Bung Hatta Menjawab" untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet
tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilihlah dua rancangan
lambang negara yang terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M. Yamin
ditolak karena menyertakan sinar matahari, ini menggambarkan pengaruh Jepang
didalamnya. Setelah rancangan terpilih, dialoh intensif antara Sultan Hamid II,
Presiden RIS (Soekarno) dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan
untuk keperluan penyempurnaan rancangan tersebut. Merka bertiga sepakat
mengganti pita yang dicengkeram Garuda yang semula adalah pita merah putih,
menjadi putih semua dengan menambahkan semboyan "Bhineka Tunggal
Ika."
Pada tanggal 8 Pebruari 1950, rancangan lambang negara yang dibuat
Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II, diajukam kepada presiden Soekarno.
Rancangan lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk
dipertimbangkan kembali, karena adanya keberatan terhadap adanya gambar burung
Garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai. Ini dianggap
terlalu bersifat mitologis. Lalu Sultan Hamid II pun kembali mengajukan
rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan, sehingga tercipta
bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila.
Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada
Kabinet RIS melalui Moh. Hatta sebagai perdana menteri pada saat itu. Dalam
bukunya berjudul "Sekitar Pancasila" yang diterbitkan oleh Departemen
Pertahanan dan Keamanan, Pusat Sejarah ABRI, AG Pringgodigdo menyebutkan bahwa
rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya
dalam Sidang Kabinet RIS pada tanggal 11 Februari 1950. Ketika itu gambar
bentuk kepala rajawali garuda pancasila masih gundul dan tidak berjambul
seperti bentuk sekarang ini. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk
pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum pada tanggal 15
Februari 1950.
Pada tanggal 20 Maret 1950, Presiden Soekarno memerintahkan seorang
pelukis istana bernama Dullah untuk melukis kembali rancangan tersebut, setelah
sebelumnya juga telah diperbaiki dengan menambahkan jambul pada kepa Sang Garuda
Pancasila, serta mengubah posisi cakar kaki yang mencengkeram pita dari semula
di belakang ita menjadi di depan pita, atas masukan Presiden Soekarno.
Dipercaya bahwa alasan Soekarno menambahkan jambul karena kepala Garuda yang
gundul terlalu mirip dengan Bald Eagle, lambang Negara Amerika Serikat.
Dan untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan
penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambahkan
skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara tersebut. Rancangan Garuda Pancasila
terakhir ini dibuatkan patung besar dari bahan perunggu berlapis emas yang
disimpan dalam ruangan Kemerdekaan Monumen Nasional sebagai lambang negara RI
dan desaainnya tidak berubah hingga kini.
F.
ARTI DAN MAKNA DARI GARUDA PANCASILA
Garuda pancasila sebagai lambang Negara kesatuan RI, tergolong
relative lebih muda, baru diresmikan 11 Februari 1955. Lambang tersebut terdiri
atas tiga bagian (a) lukisan garuda, (b) gambar perisai pancasila, dan (c)
gambar pita yang bertuliskan kata-kata bhineka tunggal ika.[10]
Burung garuda yang dilukiskan dengan sayap membentang dan dinamis,
merupakan lambang tenaga pembangun warna kuning emas menunjukkan suatu
keagungan dan kebesaran bangsa atau cita-cita yang luhur. Burung garuda itu
sendiri sering diartikan sebagai (a) “burung merah putih” atau sweta-rohita
karena warna merah dari hampir seluruh bulunya dan pada bagian dada terdapat
bulu berwarna putih. (b) burung garuda juga diyakini sebagai burung yang sakti
dan bertuah, disebut sebagai burung yang berjiwa pahlawan atau ksatria yang
ditunjukan dalam cerita Ramayana sebagai pahlawan yang gugur melawan rawana
untuk melepaskan dewi sinta demi menjaga kesuciannya. (c) di kalangan umat
hindu, burung garuda diyakini sebagai wahana (kendaraan) dewa wisnu.
Sebagai lukisan, burung garuda berupa surya sengkala yang
melambangkan hari kemerdekaan bangsa Indonesia, 17 agustus 1945. Angka 17
ditunjukan oleh jumlah bulu dari masing-masing sayap; angka 8 ditunjukkan oleh
jumlah bulu ekor; angka 19 ditunjukkan dengan jumlah bulu kecil dibawah perisai
(brutu), dan angka 45 digambarkan dengan jumlah bulu pada lehernya.
Perisai pancasila sebagai lambang dasar Negara, yang terdiri dari
(a) bintang nur cahya, warna kuning emas, lambang sila ketuhanan yang maha esa,
(b) rantai baja berwarna kuning emas, lambang sila kemanusiaan yang adil dan
beradap, (c) pohon beringin yang berwarna hijau, lambang sila kebangsaan atau
persatuan Indonesia, (d) kepala bantering berwarna hitam, lambang sila
keraktyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, dan (e) padi berwarna kuning dan kapas berwarna putih, lambang sila
keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Adapun garis melintang pada
perisai melambangkan garis katulistiwa yang melintang di tengah-tengah kepulauan
Indonesia. Petak-petak dalam perisai berwarna merah dan putih menggambarkan
bendera Negara, dan perisai itu sendiri melambangkan perjuangan pembelaan
bangsa dan Negara.
Semboyan bhineka tunggal ika yang tertulis di atas pita bermakna
berbeda-beda tetapi tetap satu, melambangkan cita-cita persatuan dan kesatuan
bangsa dengan jiwa dan semangat gotong royong. Kata-kata itu diambil dari buku
sutasoma karya mpu tantular, zaman majapahit.
Burung garuda berwarna kuning emas mengepakkan sayapnya dengan gagah
menoleh kekanan. Dalam tubuhnya mengemas kelima dasar pancasila. Ditengah
tameng yang bermakna benteng ketahanan filosofis, terbentang garis tebal yang
bermakna garis khatulistiwa yang merupakan lambang geografis lokasi Indonesia.
Kedua kakinya yang kokoh kekar mengcengkram kuat semboyan bangsa Indonesia
“Bhineka Tunggal Ika” yang berarti “Berbeda-beda, Namun Tetap Satu”.
Secara tegas bangsa Indonesia telah memilih burung garuda sebagai
lambang kebangsaannya yang besar, karena garuda adalah burung yang penuh
percaya diri, energik dan dinamis. Ia
terbang menguasai angkasa dan memantau keadaan sendiri, tak suka bergantung
pada yang lain. Garuda yang merupakan
lambang pemberani dalam mempertahankan wilayah, tetapi dia pun akan menghormati
wilayah milik yang lain sekalipun wilayah itu milik burung yang lebih
kecil. Warna kuning emas melambangkan
bangsa yang besar dan berjiwa priyagung sejati. Burung garuda yang juga punya
sifat sangat setia pada kewajiban sesuai dengan budaya bangsa yang dihayati
secara turun temurun. Burung garuda pun pantang mundur dan pantang
menyerah. Legenda semacam ini juga
diabadikan sangat indah oleh nenek moyang bangsa Indonesia pada candi dan di
berbagai prasasti sejak abad ke-15. Keberhasilan bangsa Indonesia dalam meraih
cita-citanya menjadi negara yang merdeka bersatu dan berdaulat pada tanggal 17
Agustus 1945, tertera lengkap dalam lambang garuda. 17 helai bulu pada sayapnya
yang membentang gagah melambangkan tanggal 17 hari kemerdekaan Indonesia, 8
helai bulu pada ekornya melambangkan bulan Agustus, dan ke-45 helai bulu pada
lehernya melambangkan tahun 1945 adalah tahun kemerdekaan Indonesia. Semua itu memuat kemasan historis bangsa
Indonesia sebagai titik puncak dari segala perjuangan bangsa Indonesia untuk
mendapatkan kemerdekaannya yang panjang.
Dengan demikian lambang burung garuda itu semakin gagah mengemas lengkap
empat arti visual sekaligus, yaitu makna filosofis, geografis, sosiologis, dan
historis.
Burung garuda merupakan mitos dalam mitologi Hindu dan Budha.
Garuda dalam mitos digambarkan sebagai makhluk separuh burung (sayap, paruh,
cakar) dan separuh manusia (tangan dan kaki). Lambang garuda diambil dari
penggambaran kendaraan Batara Wisnu yakni garudeya. Garudeya itu sendiri dapat
kita temui pada salah satu pahatan di Candi Kidal yang terletak di Kabupaten
Malang tepatnya: DesaRejokidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa
Timur. Garuda sebagai lambang negara menggambarkan kekuatan dan kekuasaan dan
warna emas melambangkan kejayaan, karena peran garuda dalam cerita pewayangan
Mahabharata dan Ramayana. Posisi kepala garuda menengok lurus ke kanan.
Jumlah bulu melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia
yaitu tanggal 17 bulan Agustus tahun 1945, antara lain:[11]
1.
Jumlah
bulu pada masing-masing sayap berjumlah 17
2.
Jumlah
bulu pada ekor berjumlah 8
3.
Jumlah
bulu di bawah perisai/pangkal ekor berjumlah 19
4.
Jumlah
bulu di leher berjumlah 45
Perisai merupakan lambang pertahanan negara Indonesia. Gambar
perisai tersebut dibagi menjadi lima bagian: bagian latar belakang dibagi
menjadi empat dengan warna merah putih berselang seling (warna merah-putih
melambangkan warna bendera nasional Indonesia, merah berarti berani dan putih
berarti suci), dan sebuah perisai kecil miniatur dari perisai yang besar
berwarna hitam berada tepat di tengah-tengah. Garis lurus horizontal yang
membagi perisai tersebut menggambarkan garis khatulistiwa yang tepat melintasi
Indonesia di tengah-tengah. Setiap gambar emblem yang terdapat pada perisai
berhubungan dengan simbol dari sila Pancasila.[12]
Sila ke-1: Ketuhanan Yang Maha Esa. Perisai hitam dengan sebuah
bintang emas berkepala lima menggambarkan agama-agama besar di Indonesia,
Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan juga ideologi sekuler sosialisme.
Sila ke-2: Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab. Rantai yang disusun
atas gelang-gelang kecil ini menandakan hubungan manusia satu dengan yang
lainnya yang saling membantu. Gelang yang lingkaran menggambarkan wanita,
gelang yang persegi menggambarkan pria.
Sila ke-3: Persatuan Indonesia. Pohon beringin (Ficus benjamina)
adalah sebuah pohon Indonesia yang berakar tunjang – sebuah akar tunggal
panjang yang menunjang pohon yang besar tersebut dengan bertumbuh sangat dalam
ke dalam tanah. Ini menggambarkan kesatuan Indonesia. Pohon ini juga memiliki
banyak akar yang menggelantung dari ranting-rantingnya. Hal ini menggambarkan
Indonesia sebagai negara kesatuan namun memiliki berbagai akar budaya yang
berbeda-beda.
Sila ke-4: Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan. Binatang banteng (Latin: Bos javanicus) atau lembu
liar adalah binatang sosial, sama halnya dengan manusia cetusan Presiden
Soekarno dimana pengambilan keputusan yang dilakukan bersama (musyawarah),
gotong royong, dan kekeluargaan merupakan nilai-nilai khas bangsa Indonesia.
Sila ke-5: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Padi dan
kapas yang menggambarkan sandang dan pangan merupakan kebutuhan pokok setiap
masyarakat Indonesia tanpa melihat status maupun kedudukannya. Hal ini
menggambarkan persamaan sosial dimana tidak adanya kesenjangan sosial satu
dengan yang lainnya, namun hal ini bukan berarti bahwa negara Indonesia memakai
ideologi komunisme.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah kutipan dari Kakawin Sutasoma
karya Mpu Tantular. Kata "bhinneka" berarti beraneka ragam atau
berbeda-beda, kata "tunggal" berarti satu, kata "ika"
berarti itu. Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka
Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya
tetap adalah satu kesatuan, bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah
satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan
kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas
beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.[13]
BAB
III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
1.
Ukuran
sang merah putih sebagai bendera Negara, antara panjang (mendatar) dan lebar
(tegak) berbanding 3:2. Pemakaian bendera Negara diatur dengan peraturan
pemerintah no 40 tahun 1958.
2.
Merah-putih
bermakna berani karena suci (bersih), atau berani dalam membela kebenaran.
Merah putih juga diberi makna tenaga yang menghidupkan, sebagaimana getih
(merah) dan getah (putih) yang terdapat dalam tumbuhan, atau darah merah (benih
dari wanita) dan darah putih (benih dari pria) yang terdapat pada manusia.
3.
Pasal
36 UUD 1945, yang berbunyi Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia. Untuk
menegaskan pentingnya bahasa sebagai lambang persatuan dapat dibaca dari
ungkapan bahasa menunjukkan bangsa.
4.
Lambang
Negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
5.
Semboyan
Bhinneka Tunggal Ika adalah kutipan dari Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular.
Kata "bhinneka" berarti beraneka ragam atau berbeda-beda, kata
"tunggal" berarti satu, kata "ika" berarti itu.
B.
SARAN
Seharusnya lambang negara tidak hanya menjadi pajangan, tetapi
hendaknya setiap orang terutama generasi penerus bangsa mampu memahami makna
dan dapat mengintegrasikan setiap nilai yang terkandung di dalamnya. Dari pembahasan di atas telah dipaparkan mengenai lambang dari
Negara Indonesia yaitu Garuda Pancasila, tentunya diharapkan pembaca bisa
memahami apa dari isi makalah ini. Namun disadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna karena sumber masih terbatas dan pengetahuan penulis selaku
mahasiswa yang buakn di bidang besiknya. Masukan dan saran dari pembaca yang
bersifat membangun demi kebaikan untuk kedepannya.
[1] Cipta. 2009.
Sejarah Bendera Merah Putih. Diakses dari
http://cipta29.wordpress.com/2009/08/20/sejarah-bendera-merah-putih pada
tanggal 23 Oktober 2016 pukul 09.25
[2]
Prof.Dr. A.Y.
Soegeng, Ysh, M.Pd. memahami sejarah bangsa Indonesia (materi pendidikan
pancasila). (salatiga, widya sari press salatiga. 2002). Hlm. 205
[3]Prof.Dr. A.Y.
Soegeng, Ysh, M.Pd. memahami sejarah bangsa Indonesia (materi pendidikan
pancasila). (salatiga, widya sari press salatiga. 2002). Hlm. 205
[4]Cipta. 2009.
Sejarah Bendera Merah Putih. Diakses dari
http://cipta29.wordpress.com/2009/08/20/sejarah-bendera-merah-putih pada
tanggal 23 Oktober 2016 pukul 09.38
[5] Muhammad
Kanzunnudin, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. (Rembang, Yayasan
Adhigama. 2011). Hlm. 204
[6]
Prof.Dr. A.Y.
Soegeng, Ysh, M.Pd. memahami sejarah bangsa Indonesia (materi pendidikan
pancasila). (salatiga, widya sari press salatiga. 2002). Hlm. 204
[7]Sejarah,
fungsi, dan kedudukan bahasa Indonesia. https://abdulkhamid12.wordpress.com/bahasa-indonesia/materi/sejarah-fungsi-dan-kedudukan-bahasa-indo… pada tanggal
23 Oktober 2016 pukul 09.45
[8] Sejarah,
fungsi, dan kedudukan bahasa Indonesia. https://abdulkhamid12.wordpress.com/bahasa-indonesia/materi/sejarah-fungsi-dan-kedudukan-bahasa-indo… pada tanggal
23 Oktober 2016 pukul 09.40
[9]Sejarah lambang
Negara Indonesia. http://www.ipapedia.web.id/2014/11/sejarah-asal-usul-lambang-negara.html pada tanggal
23 Oktober 2016 pukul 10.05
[10]
Prof.Dr. A.Y.
Soegeng, Ysh, M.Pd. memahami sejarah bangsa Indonesia (materi pendidikan
pancasila). (salatiga, widya sari press salatiga. 2002). Hlm. 207
[11] UUD 1945 sebelum
dan sesudah amandemen &GBHN. (Yogyakarta: palito media, 2014) hlm.103
[12] UUD 1945
sebelum dan sesudah amandemen &GBHN. (Yogyakarta: palito media, 2014)
hlm.105
[13]
Dr. H. Riduwan,
M.B.A., M.Pd.. Pendidikan pancasila untuk perguruan tinggi.(Bandung: Cv
Alfabeta, 2010). Hlm. 98
Tidak ada komentar:
Posting Komentar