Minggu, 13 November 2016

PENDIDIKAN PANCASILA (BENDERA, BAHASA, DAN GARUDA INDONESIA)



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Negara yang telah merdeka tentunya memerlukan suatu ciri atau sifat khas bagi bangsanya untuk menerangkan jatidiri sesuai dengan budaya, agama, bahasa, cita-cita, dan tujuan negara itu sendiri. Karena itulah, Indonesia memiliki identitas nasional yang pada hakikatnya merupakan penjelmaan nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri-ciri yang berbeda antara bangsa tersebut dengan bangsa yang lain
Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Demikian juga, Bahasa Indonesia menjadi sarana budaya dan sarana berpikir masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, peranan Bahasa Indonesia menjadi sangat penting. Mengingat pentingnya bahasa Indonesia, kami sebagai mahasiswa dituntut untuk lebih memahami bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Yang salah satunya adalah dengan mengetahui sejarah bahasa Indonesia.
Identitas nasional yang menunjukkan jati diri Indonesia diantaranya bahasa nasional atau bahasa persatuan yaitu Bahasa Indonesia, bendera negara yaitu Sang Merah Putih, lagu kebangsaan yaitu Indonesia Raya,lambang negara yaitu Pancasila, semboyan negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika, dasar falsafah negara yaitu Pancasil, konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, konsepsi wawasan nusantara, dan kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai kebudayaan nasional. Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang bendera merah putih, bahasa Indonesia, dan garuda sebagai identitas nasional.


B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana sejarah Bendera Merah Putih ?
2.      Apa saja makna dan fungsi Bendera Merah Putih ?
3.      Bagaimanakah sejarah bahasa Indonesia ?
4.      Bagaimana kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia ?
5.      Bagaimana sejarah Lambang Negara Indonesia Garuda Pancasila?
6.      Bagaimana arti dan makna dari garuda pancasila?

C.    TUJUAN
1.      Mendeskripsikan sejarah Bendera Merah Putih
2.      Menjelaskan makna dan fungsi Bendera Merah Putih
3.      Mendeskripsikan sejarah bahasa Indonesia
4.      Mendeskripsikan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia
5.      Mendeskripsikan sejarah Lambang Negara Indonesia Garuda Pancasila
6.      Mendeskripsikan arti dan makna dari garuda pancasila


BAB II
PEMBAHASAN

A.    SEJARAH BENDERA MERAH PUTIH
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bendera adalah sepotong kain segi empat (dikaitkan pada puncak tiang) digunakan sebagai lambang negara, perkumpulan badan, dan sebagainya atau sebagai tanda. Bendera nasional Indonesia adalah sebuah bendera berdesain sederhana dengan dua warna yang dibagi menjadi dua bagian secara mendatar, dengan warna merah di bagian atas dan warna putih di bagian bawah.[1]
Bangsa Indonesia purba ketika masih bertempat di daratan Asia Tenggara + 6000 tahun yang lalu menganggap Matahari dan Bulan merupakan benda langit yang sangat penting dalam perjalanan hidup manusia. Penghormatan terhadap benda langit itu disebut penghormatan Surya Candra.
Bangsa Indonesia purba menghubungkan Matahari dengan warna merah dan Bulan dengan warna putih. Akibat dari penghormatan Surya Candra, bangsa Indonesia sangat menghormati warna merah putih.
Dalam sejarah Indonesia bahwa Bendera Merah Putih dikibarkan pada tahun 1292 oleh tentara Jayakatwang ketika berperang melawan kekuasaan Kertanegara dari Singosari (1222-1292). Sejarah itu disebut dalam tulisan bahwa Jawa kuno yang memakai tahun 1216 Caka (1254 Masehi), menceritakan tentang perang antara Jayakatwang melawan Raden Wijaya.
Pada masa kerajaan Majapahit warna merah dan putih merupakan warna yang dimuliakan, karena digunakannya warna Merah Putih dalam upacara hari kebesaran raja pada waktu pemerintahan Hayam Wuruk yang bertahta di kerajaan Majapahit tahun 1350-1389 M.
Ditetapkan pula bahwa bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih. Dengan demikian itu, sejak ditetapkannya UUD 1945, Sang Merah Putih merupakan bendera kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 35 UUD 1945 menetapkan bendera Negara republic Indonesia, yaitu sang saka merah putih. Salah satu lambang persatuan yang penting adalah Bendera Negara Perlakuan terhadap bendera Negara dianggap sebagai perlakuan terhadap bangsa atau Negara yang memiliki bendera tersebut. Peran bendera Negara sebagai lambing persatuan tampak dalam berbagai peristiwa penting, misalnya saat berperang, melakukan demonstrasi, dan sebagainya.
Orang hindu mengartikan merah sebagai lambang dewa Agni (api, geni, tenaga, atau kekuatan) dan putih lambang dewa brahma atau dewa pembangunan, maka paduan merah-putih adalah lambang tenaga pembangunan. Menurut agama islam, merah (ahmar0 adalah lambang nafsu berbuat, dan putih (abjad) sebagai warna kesucian, maka paduan merah-putih juga bermakna nafsu (keinginan) berbuat atas dasar kesucian.
Dari uraian di atas dapat dimengrti mengapa bangsa Indonesia memilih warna paduan merah dan putih sebagai lambang Negara dan warna kepribadian. Hal itu lebih dikuatkan oleh berbagai peristiwa sejarah, antara lain:[2]
1.      Penghormatan matahari (merah) dan bulan (putih) oleh nenek moyang bangsa Indonesia, sejak 6000 tahun yang lalu.
2.      Di gedung dempo, sumatera, 500 tahun sebelum masehi, terdapat peninggalan berupa seorang perwira yang berkendara banteng dan mengempit bendera merah putih.
3.      Mpu walmiki, (india, 150 bmasehi), dalam bukunya Ramayana menyebut kepulauan Indonesia sebagai swarnarupyaka-dwipa atau kepulauan emas (merah) dan perak (putih).
4.      Pada dinding candi prambanan (tahun 900 masehi) terdapat lukisan anoman (kera putih) yang ekornya terbakar (merah), dan ekor terbakar itu membakar negeri alengka tempat raja angkara murka dasamuka.
5.      Prapanca, 1365, dalam bukunya negarakertagama, menyebut majapahit sebagai keraton merah putih.
6.      Kerajaan mataram (jawa tengah) menggunakan bendera gula klapa (gula= merah, klapa= putih).
7.      Di kalangan orang jawa terkenal cerita bawang merah dan bawang putih dara jingga(merah) dan dara petak(putih).
8.      Di kalangan orang jawa pula,, dikenal sesaji jenang abang-putih sebagai tolak bala, atau menghormat penciptaan tuhan dari zat merah (ibu) dan putih (bapak).
9.      Pangeran diponegoro (1825), dalam perang dengan belanda menggunakan bendera (serban) merah-putih.
10.  Dalam perang padre melawan belanda, kaum padre berserban merah dan berjubah putih.
11.  Pada tahun 1927, PNI mengibarkan merah-putih kepala banteng dengan tujuan Indonesia merdeka.
12.  Akhirnya UUD 1945, Pasal 25, menyebutkan bahwa Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.
Ukuran sang merah putih sebagai bendera Negara, antara panjang (mendatar) dan lebar (tegak) berbanding 3:2. Pemakaian bendera Negara diatur dengan peraturan pemerintah no 40 tahun 1958. Berdasarkan pada peraturan tersebut, tidak dibenarkan pengibaran bendera dengan maksud reklame, sebagai tenda, bunngkus, taplak meja dan lain-lain yang tidak hormat.[3]
B.     MAKNA DAN FUNGSI BENDERA MERAH PUTIH
Pasal 35 UUD 1945 menyebutkan Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih. Warna merah dan putih bagi bangsa Indonesia memiliki sejarah tersendiri. Merah diartikan berani dan putih bermakna suci, maka paduan merah-putih bermakna berani karena suci (bersih), atau berani dalam membela kebenaran. Merah putih juga diberi makna tenaga yang menghidupkan, sebagaimana getih (merah) dan getah (putih) yang terdapat dalam tumbuhan, atau darah merah (benih dari wanita) dan darah putih (benih dari pria) yang terdapat pada manusia. Sebagai bendera kebangsaan Sang Merah Putih memiliki fungsi dan kedudukan, sebagai berikut :[4]
1.      Merupakan identitas dan jati diri bangsa
2.      Merupakan kedaulatan bangsa
3.      Merupakan lambang tertinggi bangsa

C.    SEJARAH BAHASA INDONESIA
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Penggunaan istilah “bahasa Melayu” telah dilakukan pada masa sekitar 683-686 M, yaitu angka tahun yang tercantum pada beberapa prasasti berbahasa Melayu kuno dari Palembang dan Bangka. Prasasti-prasati ini ditulis dengan aksara Pallawa atas perintah raja Kerajaan Sriwijaya. Awal penamaan bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Di sana, pada kongres Nasional Kedua di Jakarta diumumkanlah penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk Negara Indonesia pasca-merdeka. Soekarno tidak memilih bahasanya sendiri, yaitu bahasa Jawa (yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat itu), namun beliau memilih bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari bahasa Melayu yang dituturkan di Riau.
Bahasa Melayu Riau dipilih sebagai bahasa persatuan negara Republik Indonesia atas beberapa pertimbangan sebagai berikut :[5]
1.      Jika bahasa Jawa digunakan, suku-suku bangsa atau golongan lain di Republik Indonesia akan merasa dijajah oleh suku Jawa yang merupakan golongan mayoritas di Republik Indonesia.
2.      Bahasa Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan dengan bahasa Melayu Riau. Ada tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang digunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun pangkat.
3.      Bahasa Melayu Riau yang dipilih, dan bukan bahasa Melayu Pontianak, Banjarmasin, Samarinda, Maluku, Jakarta (Betawi), ataupun Kutai, dengan pertimbangan :Pertama, suku Melayu berasal dari Riau, Sultan Malaka yang terakhir pun lari ke Riau selepas Malaka direbut oleh Portugis. Kedua, sebagai lingua franca, bahasa Melayu Riau yang paling sedikit terkena pengaruh misalnya dari bahasa Tionghoa Hokkien, ataupun dari bahasa lainnya.
4.      Penggunaan bahasa Melayu bukan hanya terbatas di Republik Indonesia. Pada 1945, penggunaan bahasa Melayu selain Republik Indonesia yaitu Malaysia, Brunei, dan Singapura.
Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, antara lain menyatakan bahwa bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dahulu sudah digunakan sebagai lingua franca (bahasa perhubungan). Bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara sejak abad ke VII. Bukti yang menyatakan itu adalah ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit, berangka 683 M (Palembang), Talang Tuwo, berangka 684 M (Palembang), Kota Kapur, berangka 686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi, berangka 688 M (Jambi). Prasasti itu bertuliskan Pra-Nagari berbahasa Melayu Kuno. Bahasa melayu kuno tidak hanya digunakan pada zaman Sriwijaya, karena di Jawa Tengah juga ditemukan prasasti tahun 832 M dan di Bogor tahun 942 M yang menggunakan bahasa melayu kuno.
Bahasa Melayu menyebar kepelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena tidak mengenal tingkat tutur. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, Persia, Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek. Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara memengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia.
Secara sosiologis, kita bisa mengatakan bahwa bahasa Indonesia bisa diterima keberadaannya pada tanggal 28 Oktober 1928. Dimana para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia. Secara yuridis, baru tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi di akui keberadaannya dan ditetapkan dalam UUD 1945 pasal 36. Meskipun demikian, hanya sebagian dari penduduk Indonesia yang benar-benar menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, karena dalam percakapan sehari-hari yang tidak resmi masyarakat Indonesia lebih suka menggunakan bahasa daerahnya masing-masing, seperti bahasa Madura, bahasa Jawa, bahasa Sumbawa , dan lain-lain.
Pasal 36 UUD 1945 menetapkan bahasa Negara/bahasa nasional, ialah bahasa Indonesia.telah disebut bahwa bangsa Indonesia terdiri atas berbagai jenis suku bangsa dan setiap suku bangsa memiliki bahasa-bahasa nusantara atau bahasa daerah. Menurut para ahli bahasa,di Indonesia terdapat kurang lebih 200 jenis bahasa daerah.[6]
Bagaimana pun, bangsa Indonesia membutuhkan bahasa perantara (lingua franca) agar yang berbeda-beda itu dapat menjadi satu. Embrio dari bahasa persatuan itu adalah bahasa melayu, yang diangkut menjadi bahasa Indonesia pada sumpah pemuda, 28 oktober 1928, dan diresmikan masuk dalam pasal 36 UUD 1945, yang berbunyi Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia. Untuk menegaskan pentingnya bahasa sebagai lambang persatuan dapat dibaca dari ungkapan bahasa menunjukkan bangsa.


D.    KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting yang tercantum didalam :[7]
1.      Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi,”Kami putra dan putrid Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”
2.      Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”
Dengan begitu, kedudukan bahasa Indonesia dibagi menjadi :[8]
a.       Bahasa Nasional
Kedudukannya berada diatas bahasa-bahasa daerah. Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975 menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa Nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai berikut :
1)      Lambang kebanggaan Nasional
Sebagai lambing kebanggaan, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Dengan bahasa nasionalnya, bangsa Indonesia menyatakan harga diri dan nilai-nilai budaya yang dijadikan pegangan hidup. Atas dasar pegangan ini, bahasa Indonesia perlu kita pelihara dan kita kembangkan pemakaiannya.
2)      Lambang Identitas Nasional
Sebagai lambang identitas Nasional, bahasa Indonesia merupakan lambang bangsa Indonesia. Dengan demikian, bahasa Indonesia dapat mengetahui identitas seseorang, yaitu sifat, tingkah laku, dan watak sebagai bangsa Indonesia. Kita harus menjaganya, jangan sampai bahasa Indonesia tidak menunjukkan gambaran bangsa Indonesia yang sebenarnya dan bebas dari unsur-unsur bahasa lain, terutama bahasa asing.
3)      Alat pemersatu berbagai suku bangsa
Sebagai alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasa yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuan yang bulat, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai suku bangsa itu mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak perlu meninggalkan identitas suku dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah yang bersangkutan. Bahkan dengan bahasa nasional kita, kita dapat meletakkan kepentingan nasional jauh di atas kepentingan daerah atau golongan.
4)      Alat penghubung antarbudaya dan antardaerah
Dengan bahasa Indonesia seseorang dapat saling berhubungan satu dengan yang lain sedemikian rupa sehingga kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan latar belakang sosial budaya dan bahasa dapat dihindari. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan kemanan akan mudah diinformasikan kepada warga.
b.      Bahasa Negara (Bahasa Resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)
Dalam Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia befungsi sebagai :
1)      Bahasa remi kenegaraan
Bukti bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan adalah digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI 1945. Mulai saat itu bahasa Indonesia digunakan dalam segala upacara, peristiwa serta kegiatan kenegaraan baik secara lisan maupun tulisan.
2)      Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
Bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun non formal mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Untuk memperlancar kegiatan belajar mengajar, materi pelajaran yang berbentuk media cetak hendaknya juga berbahasa Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing. Apabila hal ini dilakukan, sangat membantu peningkatan perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknolologi (iptek).
3)      Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah
Bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu, hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu media komunikasi massa. Tujuan penyeragaman dan peningkatan mutu tersebut agar isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh masyarakat.
4)      Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi
Dalam penyebarluasan ilmu dan teknologi modern agar jangkauan pemakaiannya lebih luas, penyebaran ilmu dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lain, hendaknya menggunakan bahasa Indonesia. Pelaksanaan ini mempunyai hubungan timbal-balik dengan fungsinya sebagai bahasa ilmu yang dirintis melalui lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di perguruan tinggi.
E.     SEJARAH LAMBANG NEGARA INDONESIA GARUDA PANCASILA
Lambang Negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Lambang Negara Indonesia berbentuk burung garuda yang kepalanya menoleh ke sebelah kanan (dari sudut pandang garuda), perisai berbentuk menyerupai jantung yang di gantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti "Berbeda-beda tetapi tetap satu" ditulis diatas pita yang dicengkeram oleh Garuda.  Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno, dan diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat Tanggal 11 Februari 1950. Lambang negara Garuda Pancasila diatur penggunaannya dalam Peraturan Pemerintah No. 43/1958. [9]
Garuda muncul dalam berbagai kisah terutama di daerah Jawa dan Bali. Dalam berberapa kisah, Garuda menggambarkan kebajikan, pengetahuan, kekuatan, keberanian, kesetiaan dan disiplin. Sebagai kendaraan Wishnu, Garuda juga memiliki sifat Wishnu sebagai pemelihara dan penjaga tatanan alam semesta. Dalam tradisi Bali, Garuda sangat dimuliakan, sebagai raja agung para burung. Di Bali ia biasanya digambarkan sebagai makhluk yang memiliki kepala, paruh, sayap dan cakar elang, tetapi memiliki tubuh dan lengan manusia. Biasanya digambarkan dalam ukiran yang halus dan rumit dengan  warna cerah keemasan. Posisi mulia Garuda menurut tradisi Indonesia sejak jaman dahulu inilah yang menjadikannya sebagai simbo nasional Indonesia, sebagai perwujudan ideologi pancasila. Tidak hanya itu, Garuda juga dipilih sebagai nama maskapai penerbangan nasional Indonesia
Setelah perang kemerdekaan Indonesia tahun 1945-1949, disusul dengan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda melalui Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949, dirasakan perlunya Indonesia (yang pada saat itu Republik Indonesia Serikat) untuk memiliki lambang negara. Lalu pada tanggal 10 Januari 1950 dibentuklah Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah kordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantara, M A Pellaupessy, Moh. Natsir, dan RM Ng Poer Batjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada Pemerintah.
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam bukunya yang berjudul "Bung Hatta Menjawab" untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilihlah dua rancangan lambang negara yang terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar matahari, ini menggambarkan pengaruh Jepang didalamnya. Setelah rancangan terpilih, dialoh intensif antara Sultan Hamid II, Presiden RIS (Soekarno) dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan tersebut. Merka bertiga sepakat mengganti pita yang dicengkeram Garuda yang semula adalah pita merah putih, menjadi putih semua dengan menambahkan semboyan "Bhineka Tunggal Ika."
Pada tanggal 8 Pebruari 1950, rancangan lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II, diajukam kepada presiden Soekarno. Rancangan lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan kembali, karena adanya keberatan terhadap adanya gambar burung Garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai. Ini dianggap terlalu bersifat mitologis. Lalu Sultan Hamid II pun kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila.
Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh. Hatta sebagai perdana menteri pada saat itu. Dalam bukunya berjudul "Sekitar Pancasila" yang diterbitkan oleh Departemen Pertahanan dan Keamanan, Pusat Sejarah ABRI, AG Pringgodigdo menyebutkan bahwa rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS pada tanggal 11 Februari 1950. Ketika itu gambar bentuk kepala rajawali garuda pancasila masih gundul dan tidak berjambul seperti bentuk sekarang ini. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum pada tanggal 15 Februari 1950.
Pada tanggal 20 Maret 1950, Presiden Soekarno memerintahkan seorang pelukis istana bernama Dullah untuk melukis kembali rancangan tersebut, setelah sebelumnya juga telah diperbaiki dengan menambahkan jambul pada kepa Sang Garuda Pancasila, serta mengubah posisi cakar kaki yang mencengkeram pita dari semula di belakang ita menjadi di depan pita, atas masukan Presiden Soekarno. Dipercaya bahwa alasan Soekarno menambahkan jambul karena kepala Garuda yang gundul terlalu mirip dengan Bald Eagle, lambang Negara Amerika Serikat.
Dan untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambahkan skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara tersebut. Rancangan Garuda Pancasila terakhir ini dibuatkan patung besar dari bahan perunggu berlapis emas yang disimpan dalam ruangan Kemerdekaan Monumen Nasional sebagai lambang negara RI dan desaainnya tidak berubah hingga kini.

F.     ARTI DAN MAKNA DARI GARUDA PANCASILA
Garuda pancasila sebagai lambang Negara kesatuan RI, tergolong relative lebih muda, baru diresmikan 11 Februari 1955. Lambang tersebut terdiri atas tiga bagian (a) lukisan garuda, (b) gambar perisai pancasila, dan (c) gambar pita yang bertuliskan kata-kata bhineka tunggal ika.[10]
Burung garuda yang dilukiskan dengan sayap membentang dan dinamis, merupakan lambang tenaga pembangun warna kuning emas menunjukkan suatu keagungan dan kebesaran bangsa atau cita-cita yang luhur. Burung garuda itu sendiri sering diartikan sebagai (a) “burung merah putih” atau sweta-rohita karena warna merah dari hampir seluruh bulunya dan pada bagian dada terdapat bulu berwarna putih. (b) burung garuda juga diyakini sebagai burung yang sakti dan bertuah, disebut sebagai burung yang berjiwa pahlawan atau ksatria yang ditunjukan dalam cerita Ramayana sebagai pahlawan yang gugur melawan rawana untuk melepaskan dewi sinta demi menjaga kesuciannya. (c) di kalangan umat hindu, burung garuda diyakini sebagai wahana (kendaraan) dewa wisnu.
Sebagai lukisan, burung garuda berupa surya sengkala yang melambangkan hari kemerdekaan bangsa Indonesia, 17 agustus 1945. Angka 17 ditunjukan oleh jumlah bulu dari masing-masing sayap; angka 8 ditunjukkan oleh jumlah bulu ekor; angka 19 ditunjukkan dengan jumlah bulu kecil dibawah perisai (brutu), dan angka 45 digambarkan dengan jumlah bulu pada lehernya.
Perisai pancasila sebagai lambang dasar Negara, yang terdiri dari (a) bintang nur cahya, warna kuning emas, lambang sila ketuhanan yang maha esa, (b) rantai baja berwarna kuning emas, lambang sila kemanusiaan yang adil dan beradap, (c) pohon beringin yang berwarna hijau, lambang sila kebangsaan atau persatuan Indonesia, (d) kepala bantering berwarna hitam, lambang sila keraktyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan (e) padi berwarna kuning dan kapas berwarna putih, lambang sila keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Adapun garis melintang pada perisai melambangkan garis katulistiwa yang melintang di tengah-tengah kepulauan Indonesia. Petak-petak dalam perisai berwarna merah dan putih menggambarkan bendera Negara, dan perisai itu sendiri melambangkan perjuangan pembelaan bangsa dan Negara.
Semboyan bhineka tunggal ika yang tertulis di atas pita bermakna berbeda-beda tetapi tetap satu, melambangkan cita-cita persatuan dan kesatuan bangsa dengan jiwa dan semangat gotong royong. Kata-kata itu diambil dari buku sutasoma karya mpu tantular, zaman majapahit.
Burung garuda berwarna kuning emas mengepakkan sayapnya dengan gagah menoleh kekanan. Dalam tubuhnya mengemas kelima dasar pancasila. Ditengah tameng yang bermakna benteng ketahanan filosofis, terbentang garis tebal yang bermakna garis khatulistiwa yang merupakan lambang geografis lokasi Indonesia. Kedua kakinya yang kokoh kekar mengcengkram kuat semboyan bangsa Indonesia “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti “Berbeda-beda, Namun Tetap Satu”.
Secara tegas bangsa Indonesia telah memilih burung garuda sebagai lambang kebangsaannya yang besar, karena garuda adalah burung yang penuh percaya diri, energik dan dinamis.  Ia terbang menguasai angkasa dan memantau keadaan sendiri, tak suka bergantung pada yang lain.  Garuda yang merupakan lambang pemberani dalam mempertahankan wilayah, tetapi dia pun akan menghormati wilayah milik yang lain sekalipun wilayah itu milik burung yang lebih kecil.  Warna kuning emas melambangkan bangsa yang besar dan berjiwa priyagung sejati. Burung garuda yang juga punya sifat sangat setia pada kewajiban sesuai dengan budaya bangsa yang dihayati secara turun temurun. Burung garuda pun pantang mundur dan pantang menyerah.  Legenda semacam ini juga diabadikan sangat indah oleh nenek moyang bangsa Indonesia pada candi dan di berbagai prasasti sejak abad ke-15. Keberhasilan bangsa Indonesia dalam meraih cita-citanya menjadi negara yang merdeka bersatu dan berdaulat pada tanggal 17 Agustus 1945, tertera lengkap dalam lambang garuda. 17 helai bulu pada sayapnya yang membentang gagah melambangkan tanggal 17 hari kemerdekaan Indonesia, 8 helai bulu pada ekornya melambangkan bulan Agustus, dan ke-45 helai bulu pada lehernya melambangkan tahun 1945 adalah tahun kemerdekaan Indonesia.  Semua itu memuat kemasan historis bangsa Indonesia sebagai titik puncak dari segala perjuangan bangsa Indonesia untuk mendapatkan kemerdekaannya yang panjang.  Dengan demikian lambang burung garuda itu semakin gagah mengemas lengkap empat arti visual sekaligus, yaitu makna filosofis, geografis, sosiologis, dan historis.
Burung garuda merupakan mitos dalam mitologi Hindu dan Budha. Garuda dalam mitos digambarkan sebagai makhluk separuh burung (sayap, paruh, cakar) dan separuh manusia (tangan dan kaki). Lambang garuda diambil dari penggambaran kendaraan Batara Wisnu yakni garudeya. Garudeya itu sendiri dapat kita temui pada salah satu pahatan di Candi Kidal yang terletak di Kabupaten Malang tepatnya: DesaRejokidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Garuda sebagai lambang negara menggambarkan kekuatan dan kekuasaan dan warna emas melambangkan kejayaan, karena peran garuda dalam cerita pewayangan Mahabharata dan Ramayana. Posisi kepala garuda menengok lurus ke kanan.
Jumlah bulu melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia yaitu tanggal 17 bulan Agustus tahun 1945, antara lain:[11]
1.      Jumlah bulu pada masing-masing sayap berjumlah 17
2.      Jumlah bulu pada ekor berjumlah 8
3.      Jumlah bulu di bawah perisai/pangkal ekor berjumlah 19
4.      Jumlah bulu di leher berjumlah 45
Perisai merupakan lambang pertahanan negara Indonesia. Gambar perisai tersebut dibagi menjadi lima bagian: bagian latar belakang dibagi menjadi empat dengan warna merah putih berselang seling (warna merah-putih melambangkan warna bendera nasional Indonesia, merah berarti berani dan putih berarti suci), dan sebuah perisai kecil miniatur dari perisai yang besar berwarna hitam berada tepat di tengah-tengah. Garis lurus horizontal yang membagi perisai tersebut menggambarkan garis khatulistiwa yang tepat melintasi Indonesia di tengah-tengah. Setiap gambar emblem yang terdapat pada perisai berhubungan dengan simbol dari sila Pancasila.[12]
Sila ke-1: Ketuhanan Yang Maha Esa. Perisai hitam dengan sebuah bintang emas berkepala lima menggambarkan agama-agama besar di Indonesia, Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan juga ideologi sekuler sosialisme.
Sila ke-2: Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab. Rantai yang disusun atas gelang-gelang kecil ini menandakan hubungan manusia satu dengan yang lainnya yang saling membantu. Gelang yang lingkaran menggambarkan wanita, gelang yang persegi menggambarkan pria.
Sila ke-3: Persatuan Indonesia. Pohon beringin (Ficus benjamina) adalah sebuah pohon Indonesia yang berakar tunjang – sebuah akar tunggal panjang yang menunjang pohon yang besar tersebut dengan bertumbuh sangat dalam ke dalam tanah. Ini menggambarkan kesatuan Indonesia. Pohon ini juga memiliki banyak akar yang menggelantung dari ranting-rantingnya. Hal ini menggambarkan Indonesia sebagai negara kesatuan namun memiliki berbagai akar budaya yang berbeda-beda.
Sila ke-4: Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Binatang banteng (Latin: Bos javanicus) atau lembu liar adalah binatang sosial, sama halnya dengan manusia cetusan Presiden Soekarno dimana pengambilan keputusan yang dilakukan bersama (musyawarah), gotong royong, dan kekeluargaan merupakan nilai-nilai khas bangsa Indonesia.
Sila ke-5: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Padi dan kapas yang menggambarkan sandang dan pangan merupakan kebutuhan pokok setiap masyarakat Indonesia tanpa melihat status maupun kedudukannya. Hal ini menggambarkan persamaan sosial dimana tidak adanya kesenjangan sosial satu dengan yang lainnya, namun hal ini bukan berarti bahwa negara Indonesia memakai ideologi komunisme.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah kutipan dari Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular. Kata "bhinneka" berarti beraneka ragam atau berbeda-beda, kata "tunggal" berarti satu, kata "ika" berarti itu. Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya tetap adalah satu kesatuan, bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.[13]


BAB III
PENUTUP
A.    SIMPULAN
1.      Ukuran sang merah putih sebagai bendera Negara, antara panjang (mendatar) dan lebar (tegak) berbanding 3:2. Pemakaian bendera Negara diatur dengan peraturan pemerintah no 40 tahun 1958.
2.      Merah-putih bermakna berani karena suci (bersih), atau berani dalam membela kebenaran. Merah putih juga diberi makna tenaga yang menghidupkan, sebagaimana getih (merah) dan getah (putih) yang terdapat dalam tumbuhan, atau darah merah (benih dari wanita) dan darah putih (benih dari pria) yang terdapat pada manusia.
3.      Pasal 36 UUD 1945, yang berbunyi Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia. Untuk menegaskan pentingnya bahasa sebagai lambang persatuan dapat dibaca dari ungkapan bahasa menunjukkan bangsa.
4.      Lambang Negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
5.      Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah kutipan dari Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular. Kata "bhinneka" berarti beraneka ragam atau berbeda-beda, kata "tunggal" berarti satu, kata "ika" berarti itu.
B.     SARAN
Seharusnya lambang negara tidak hanya menjadi pajangan, tetapi hendaknya setiap orang terutama generasi penerus bangsa mampu memahami makna dan dapat mengintegrasikan setiap nilai yang terkandung di dalamnya. Dari pembahasan di atas telah dipaparkan mengenai lambang dari Negara Indonesia yaitu Garuda Pancasila, tentunya diharapkan pembaca bisa memahami apa dari isi makalah ini. Namun disadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena sumber masih terbatas dan pengetahuan penulis selaku mahasiswa yang buakn di bidang besiknya. Masukan dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kebaikan untuk kedepannya.


[1] Cipta. 2009. Sejarah Bendera Merah Putih. Diakses dari http://cipta29.wordpress.com/2009/08/20/sejarah-bendera-merah-putih pada tanggal 23 Oktober 2016 pukul 09.25
[2] Prof.Dr. A.Y. Soegeng, Ysh, M.Pd. memahami sejarah bangsa Indonesia (materi pendidikan pancasila). (salatiga, widya sari press salatiga. 2002). Hlm. 205
[3]Prof.Dr. A.Y. Soegeng, Ysh, M.Pd. memahami sejarah bangsa Indonesia (materi pendidikan pancasila). (salatiga, widya sari press salatiga. 2002). Hlm. 205
[4]Cipta. 2009. Sejarah Bendera Merah Putih. Diakses dari http://cipta29.wordpress.com/2009/08/20/sejarah-bendera-merah-putih pada tanggal 23 Oktober 2016 pukul 09.38
[5] Muhammad Kanzunnudin, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. (Rembang, Yayasan Adhigama. 2011). Hlm. 204
[6] Prof.Dr. A.Y. Soegeng, Ysh, M.Pd. memahami sejarah bangsa Indonesia (materi pendidikan pancasila). (salatiga, widya sari press salatiga. 2002). Hlm. 204
[7]Sejarah, fungsi, dan kedudukan bahasa Indonesia. https://abdulkhamid12.wordpress.com/bahasa-indonesia/materi/sejarah-fungsi-dan-kedudukan-bahasa-indo&#8230 pada tanggal 23 Oktober 2016 pukul 09.45
[8] Sejarah, fungsi, dan kedudukan bahasa Indonesia. https://abdulkhamid12.wordpress.com/bahasa-indonesia/materi/sejarah-fungsi-dan-kedudukan-bahasa-indo&#8230 pada tanggal 23 Oktober 2016 pukul 09.40
[9]Sejarah lambang Negara Indonesia. http://www.ipapedia.web.id/2014/11/sejarah-asal-usul-lambang-negara.html pada tanggal 23 Oktober 2016 pukul 10.05
[10] Prof.Dr. A.Y. Soegeng, Ysh, M.Pd. memahami sejarah bangsa Indonesia (materi pendidikan pancasila). (salatiga, widya sari press salatiga. 2002). Hlm. 207
[11] UUD 1945 sebelum dan sesudah amandemen &GBHN. (Yogyakarta: palito media, 2014) hlm.103
[12] UUD 1945 sebelum dan sesudah amandemen &GBHN. (Yogyakarta: palito media, 2014) hlm.105
[13] Dr. H. Riduwan, M.B.A., M.Pd.. Pendidikan pancasila untuk perguruan tinggi.(Bandung: Cv Alfabeta, 2010). Hlm. 98

Tidak ada komentar:

Posting Komentar